KECERIAAN jutaan warga dan turis di Venezia, Italia berganti cemas. Topeng-topeng pesta marak warna nan berganti masker-masker medis. Carnevale di Venezia atau Karnaval Venesia yang termasyhur itu harus dihentikan sebelum perayaan puncaknya, 25 Februari 2020 di Piazza San Marco. Gegaranya, merebaknya kasus COVID-19 alias virus corona.
Karnaval yang “11-12” dengan Karnaval Rio itu mestinya berlangsung pada 18-25 Februari atau jelang ibadah puasa pra-Paskah dalam agama Katolik. Namun per Minggu (23/2/2020), pemerintah negara bagian maupun pemerintah regioni (semacam negara bagian) sepakat menghentikan karnaval dan memberlakukan lockdown (karantina) di 12 kota di utara Italia.
Pemberlakuan karantina sementara yang diputuskan sampai 1 Maret 2020 itu tidak hanya berlaku untuk karnaval, namun juga untuk sejumlah aktivitas, seperti pameran fesyen Giorgio Armani atau laga-laga sepakbola Serie A yang dimainkan di utara Italia.
“Kami harus memberlakukan tindakan drastis. Mulai malam ini Karnaval Venezia, juga gelaran-gelaran lain, termasuk olahraga, sampai 1 Maret akan dihentikan. Termasuk juga semua acara perkumpulan pribadi maupun publik harus dihindari. Sekolah-sekolah ditutup sampai akhir bulan ini,” ujar Presiden regioni Veneto Luca Zaia, dikutip Deutsche Welle, Minggu (23/2/2020).
Keputusan itu diambil setelah tiga dari 155 pasien terdampak virus corona tewas. Korban tewas terakhir adalah seorang lansia berusia 78 tahun, Adriano Trevisan, yang meninggal di rumahsakit di Padova, kota tetangga Venezia.
Pesta Khas Venezia
Selama berabad-abad, Karnaval Venezia yang khas dengan pesta topeng itu masih menyisakan misteri soal asal-usulnya. Marianne Mehling dalam Venice and the Veneto menyebut karnaval itu dipengaruhi tradisi Saturnalia di era Romawi Kuno sekira (500 SM).
Jika “dikonversi” ke kalender Masehi, perayaan Saturnalia lazimnya digelar sepanjang 17-23 Desember. Dalam kurun itu para budak Romawi dibebaskan sementara untuk ikut berpesta sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa Saturnus. Perayaannya berupa pesta minuman, makanan, hingga berjudi. Namun dalam masa itu para penikmat perayaan belum mengenal tradisi pesta topeng.
Menurut Elizabeth Horodowich dalam A Brief History of Venice, cikal-bakal karnaval berkenaan dengan pesta makanan dan minuman sebelum puasa pra-Paskah Katolik baru eksis pada 1094. Kala itu Venezia sudah berbentuk republik (Repubblica di Venezia). Pemimpin Venezia Doge (Adipati) Vitale Faliero yang mencetuskan karnaval itu.
“Tertulis dalam dokumen Doge Vitale Faliere bahwa catatan pertama tentang karnaval terjadi pada 1094 dan perayaannya digelar terbuka untuk publik jelang puasa pra-Paskah,” sebut Horodowich.
Pesta semacam karnaval yang lebih besar dan jadi cikal bakal Karnaval Venezia, menurut James H. Johnson dalam Venice Incogito: Masks in the Serene Republic, baru terjadi pada 1162, selepas Republik Venezia menang perang atas Ulrich II von Treven, Patriark Aquileia. Ulrich II ingin menguasai Venezia sehubungan dengan kampanye perluasan wilayah kekuasaan Kaisar Frederick Barbarossa (Frederick I), dari Germania ke Italia.
Upaya Ulrich memicu Doge Vitale II Michiel memberi perlawanan sengit dengan mengirim armadanya ke Grado, basis kekuatan Ulrich II. Ulrich lantas terkepung dan ditawan. Beruntung nasibnya diselamatkan Paus Aleksander III yang turun tangan memediasi perdamaian. Sri Paus meminta Doge Vitale membebaskan Ulrich dengan imbalan selusin babi ternak dan 300 potong roti yang akan dikirimkan rutin setiap tahun.
“Kekalahan Ulrich pada 1162 kebetulan bertepatan dengan masa-masa jelang puasa pra-Paskah menjadi anugerah tersendiri bagi para pemimpin kota (Venezia). Persembahan (dari Sri Paus) itu kemudian dijadikan jamuan setiap kali digelarnya perayaan di Alun-Alun San Marco dengan disemarakkan pesta dansa,” tulis Johnson.
Tetapi perayaan itu belum dilengkapi pesta topeng dan parade kostum mewah nan glamor. Topeng baru dikenakan para kaum aristokrat maupun golongan menengah pada 1296 ketika pemerintah republik mengesahkan Karnaval Venezia sebagai hari libur publik.
“Sejak saat itu Karnaval Venezia dikenal luas karena pesta topengnya, parade kostum, pertunjukan musik dan seni, serta hiburan malam yang lantas jadi daya tarik orang asing datang ke Venezia,” imbuhnya.
Topeng dan Larangan Karnaval
Penggunaan topeng merupakan hal paling khas dari Karnaval Venesia. Dengan topeng, para peserta karnaval seolah mendapatkan kebebasan tak terbatas untuk bersenang-senang, baik berjudi atau bercinta terlarang tanpa harus takut diketahui siapapun.
Dari sini pula konon kelegendaan Giacomo Casanova bermula. Casanova merupakan petualang cinta ternama di abad ke-18 yang dengan kharismanya mampu bikin banyak kaum hawa ‘kelepek-kelepek’. Dia tak peduli sang mangsanya masih gadis atau istri orang.
Penggunaan topeng juga menghilangkan batas-batas kelas antara kaum bangsawan maupun rakyat jelata sepanjang karnaval. Lebih jauh, penggunaan topeng juga menciptakan lapangan pekerjaan baru: mascherari alias pembuat topeng. Mereka membuat topeng bervariasi, mulai dari berbahan porselain, kayu, hingga plastik di zaman modern.
Variasi bentuk topeng juga bermacam-macam. Yang paling khas antara lain bauta atau topeng sederhana dan tak banyak corak namun menutupi 100 persen wajah. Selain itu ada colombina, semacam topeng setengah muka yang hanya menutupi mata, hidung, dan bagian atas pipi.
Jenis yang juga jamak disenangi para penikmat karnaval adalah moretta (topeng gelap) atau servetta mutta (topeng pelayan bisu). Topeng ini lazimnya berwarna hitam yang nyaris menutupi seluruh wajah, kecuali sisi lingkar luarnya. Topeng ini hanya dilengkapi sepasang lubang mata tanpa lubang untuk hidung dan mulut. Cara pemakaiannya pun bukan seperti topeng lain dengan karet atau tali, melainkan digigit sisi dalamnya bak topeng reog Ponorogo. Maka dari itu topeng ini dinamakan topeng pelayan bisu.
Tak ketinggalan, ada topeng Medico Della Peste. Topeng ini berbentuk paruh burung, mengadopsi masker atau topeng ahli medis Prancis abad ke-17 Charles de Lorme. De Lorme biasa menggunakan topeng berparuh saat menangani para korban wabah pes, kemudian diikuti para dokter di Jerman hingga Belanda.
Karnaval Venesia akhirnya memancing perhatian para bangsawan dalam maupun luar negeri. Sejumlah aristokrat Eropa meluangkan waktu mereka untuk datang ke Venezia. Namun masa-masa indah itu berakhir pada akhir abad ke-18. Karnaval Venezia digelar terakhir kalinya pada Februari 1797 di era Republik Venezia, lantaran pada Mei di tahun yang sama republik itu dikuasai Jenderal (kemudian kaisar) Napoléon Bonaparte.
Empat varian topeng paling populer: Bauta, Colombiana, Moretta, dan Medico Della Peste
Seiring mundurnya Doge Ludivico Manin dan runtuhnya Republik Venezia, berakhir pula kejayaan karnaval. Kekuasaan Venezia lantas diserahkan Napoléon ke Kekaisaran Austria dalam rangka Perjanjian Campo Formio, 17 Oktober 1797. Di bawah kekuasaan Austria, karnaval apapun dilarang.
“Perhelatan karnaval secara terbuka terus diberlakukan di masa kekuasaan Austria, hingga kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Italia pada 1866. Di masa itu karnaval sempat dibolehkan digelar meski tak secara terbuka dan khusus untuk event pribadi bangsawan tertentu, sampai kemudian diktator Benito Mussolini total melarangnya pada 1930-an,” ungkap Daniel Shafto dalam Carnival.
Butuh waktu lama bagi sebagian warga Venezia untuk menghidupkan tradisi itu lagi pasca-Perang Dunia II, mengingat Italia turut luluh-lantak. Pada 1967, beberapa tokoh di Venezia coba menghidupkannya kembali dalam rangka pesta kostum serta pesta topeng pribadi.
Pada 1979, pemerintah Italia akhirnya membuka mata akan tradisi ratusan tahun itu dan menyatakan Karnaval Venezia sebagai warisan Italia untuk dilestarikan. Karnaval itupun mulai digelar lagi dalam skala kolosal pada Februari 1980 dengan ditambah agenda yang dijadikan tradisi baru, yakni La Maschera Più Bella alias Kontes Topeng Terindah.